Wadah berbagi informasi dan eksplorasi pengetahuan para pelajar Nusa Tenggara dan Bali di Mesir

Masa Lalu Dr. Lukmanul Hakim Dibongkar Sahabat-Sahabatnya, Apa Kata Mereka?



Tepat dua puluh tahun mengarungi pelayaran ilmiah dari tahun 1998 hingga tahun 2018, bukanlah waktu yang singkat untuk ditempuh dengan mulus oleh Dr. TGH. Lukmanul Hakim Darmawan Al-Sasaki Al-Indunisi Al-Azhari di tempat seperkasa kota Kairo, melainkan dilalui dengan beratnya perjuangan, berbagai ujian dan rintangan yang akan menjadi pelajaran berharga bagi para pelajar Indonesia agar layak memetik buah manis yang bermanfaat bagi orang banyak.

Doktor lulusan Departemen Hadits dan Ilmu Hadits Fakultas Dirasat Islamiyah itu tidak lama lagi akan menghabiskan masa pelayaran itu dan akan berlabuh di tujuannya, kembali untuk mengabdi di Bumi Pertiwi. Untuk melepas tokoh kebanggaannya itu beserta keluarga, KM-NTB Mesir mengadakan acara Haflatul Wada (Farewell Ceremony) melepas kenangan indah selama masa-masa bersama dengan jasa-jasa yang akan terus terasa. Acara ini terselenggara pada Hari Ahad, 28 Oktober 2018. Turut hadir dalam teman seperjuangan yang satu masa keberangkatan dengan beliau, Ustadz Ahmad Ikhwani, MA (kandidat doktoral bidang Hadits Universitas Al-Azhar).

Dr. Lukman dan keluarga dijadwalkan akan take-off meninggalkan Kairo pada Hari Selasa, 30 Oktober 2018 pukul 13.00 Waktu Kairo. Ayah dari tiga anak ini selama tiga tahun terakhir mengisi pengajian rutin mingguan di KM-NTB Mesir dengan kitab-kitab karyanya sendiri. Pun dengan istrinya Ustadzah Ani Mulyaningsih, Lc. yang tidak kalah dengan buku tulisannya berjudul Fikih Wanita. Juga tiga putra-putri kecil beliau yang lucu dan cerdas: Unaysa, Muhammad Sidqi dan Hatim.

Sebelum mendengar pesan dan wasiat Shahibul Hajah sebagai acara inti, sebelumnya diberikan kesempatan mendengarkan kesan-kesan dari orang-orang terdekat beliau. Penyampaian itu dimulai oleh Ustadz Ahmad Muzanni, MA. “Masa kebersamaan ini terasa berlalu begitu saja, tentu banyak hal yang tersimpan selama bergaul, tapi saya hanya ingin mem-flash back sedikit saja beberapa hal tentang beliau yang barangkali bisa kita petik pelajaran.” Buka ayah satu anak yang di-kuniahi Abu Ilyan itu.

Abu Ilyan mengungkap beberapa hal yang diingat sebagai teman satu rumah Dr. Lukman, “Saya mengenal beliau sebagai orang yang serius. Awalnya saya pikir ini sifat bawaan, tapi lama-kelamaan kuat dugaan ada faktor yang membentuk tipikal beliau ini. Dan faktor itu, menurut saya karena jurusan yang diambil, yaitu Jurusan Hadits. Saya ingat betul, beliau seringkali menyampaikan hadits: ‘Rasulullah SAW juga bercanda, tapi tidak pernah berbohong.’ Perlu diambil pelajaran, bahwa sulit sekali kita bercanda tanpa membuat-buat kepalsuan atau hoax. Karena itulah beliau mengambil jalan aman untuk tidak banyak bercanda dan menjadi orang yang serius.”

Kesan kedua menurut peraih master Fikih Perbandingan itu, Dr. Lukman adalah sosok yang inter-disiplin. Apabila sudah menentukan suatu objek target, dia akan berusaha mengejarnya secepat mungkin dengan sekuat tenaga, “Jadi tidak ada kata bukrah dalam kamus beliau kalau sudah menjadi target.”

Kesan ketiga yang tidak banyak orang tau menurut Bang Muzan adalah sifat Cuper, cuek tapi perhatian. “Walaupun banyak yang menilai beliau sebagai orang yang cuek, kami sebagai teman rumah sangat merasakan besarnya perhatian beliau. Sebagai senior selalu menanyakan perkembangan kuliah kami dan memotivasi, “Bagaimana kuliah ente?”  Sampai juga terkadang memerhatikan penampilan, “Ente ini kurus begini. Olahraga yang teratur dong! Kalau gini terus, gimana mau ada yang mau sama ente.”

Dia melanjutkan: “Tidak pula banyak yang tahu, selain tangannya lihai menulis kaligrafi indah sehingga selalu mendesain cover kitab-kitabnya sendiri, beliau ini adalah koki handal. Beliau adalah orang yang bisa membikin kuah tahu rasa rendang. Beruntung sekali saya satu rumah dengan beliau sehingga bisa merasakan masakan lezat yang limited edition ini.”

Bang Muzan juga terus terang bahwa penulis produktif yang kini telah mencetak enam kitab dalam bahasa Arab itu adalah sosok yang sulit ditiru. Hal yang paling sulit ditiru adalah spritualitasnya, terutama sifat tawakkal, “Maka sungguh cocok beliau menggeluti ilmu tasawuf, sebab banyak hal dalam teori tasawuf sudah beliau jiwai.”

Bang Muzan menutup bahwa kepergiaan jasmaniyah Dr. Lukman boleh saja meninggalkan kita, tapi nama dan ketokohannya harus selalu terkenang.

Kesan Ibnu Hafs Abu Ayman

Kesan kedua disampaikan oleh Ustadz Ibnu Hafsh. Dalam durasi berbicara yang singkat itu, juniornya di Pesantren Al-Kautsar Aikmel itu menyampaikan bahwa ia menjadi saksi jihad Dr. Lukman dalam menuntut ilmu. Walaupun tinggal di Asyir, tetapi setiap hari ia tahu Dr. Lukman datang ke Sabik ke tempat Dr. Rif’at Fauzi, melanjutkan ke Dr. Yusri Rusydi, lalu ke masjid Al-Azhar untuk menghadiri majelis-majelis di sana. “Saya tau ini, karena setiap beliau ke Darrasah, selalu mampir di rumah saya.”


Kesan Ustadz Ahmad Ikhwani, MA

Kandidat doktoral dari Jurusan Hadits dan Ilmu Hadits itu mengenang awal perkenalannya dengan Dr. Lukman adalah saat pelatihan di Jakarta pra keberangkatan ke Mesir, “Saat pelatihan itu, kondisi Jakarta tengah genting-gentingnya dengan aksi demontrasi memperjuangkan reformasi setelah krisis moneter 1998. Sebab itulah kami namakan kelompok pelatihan itu dengan Al-Islah, berharap bisa menjadi orang-orang yang mendamaikan dan merekonsiliasi di tengah konflik.”

Ustadz Ahmad Ikhwani mengaku bangga, teman-teman seangkatannya itu telah menjadi orang-orang besar, di antaranya ada dai kondang Ustadz Abdul Somad, MA.; Dr. Afifuddin Dimyathi yang bukunya tentang Manhaj Mufassir juga dicetak di Darus Solih, Ustadzah Hilma Rasyida, MA.; Ustadz Guntur Ramli; Dr. Awwaluzzikri seorang owner website konsultasi syariah online. “Saya bangga, karena nanti bila ada yang menanyakan siapa saya, maka dengan mudah saya menjawab ‘temannya UAS’ atau ‘temannya Dr. Lukman’.” Kata tokoh ternama di kalangan masisir itu merendah sambil mengutip ungkapan:

عن المرء لا تسأل ولكن اسأل عن قرينه

Kesan pertama yang disampaikan Ustadz Ahmad Ikhwani tidak jauh berbeda, kalem. Ia mengingat bahwa dulu ketika menjadi mahasiswa, Lukmanul Hakim Darmawan ini bukanlah  termasuk yang terkenal dan menonjol, tidak banyak bergaul, bahkan ketika ada kumpul-kumpul jarang bisa ikut, “Tapi justru sekarang malah beliau yang paling moncer.” Kata sahabatnya itu.

Kesan kedua, kesabaran yang luar biasa. “Kesabaran ini misalnya terlihat ketika dulu hendak munaqosyah, mendadak jadwal munaqosyahnya ditunda sampai setahun karena harus mengganti munaqisy. Tapi beliau menunggu dengan sabar.” Menurut Ustadz Ikhwani, kejadian seperti ini bukan hal remeh, di sinilah pertahanan orang-orang yang belajar di Mesir benar-benar diuji dan jarang yang bisa lulus dari ujian itu karena tidak mampu bersabar. Dia melanjutkan, “Dulu teman saya di Jurusan Qiroat, ketika di tingkat terakhir dia harus menelan kenyataan tidak lulus dan harus mengulang setahun. Sayangnya dia tidak bisa bersabar, sehingga memutuskan untuk langsung pulang. Ternyata setelah di Indonesia, keberadaan ijazah juga dipentingkan, dia ingin sekali kembali kesini, tetapi keadaan sudah sangat sulit.”

Ustadz Ikhwani juga menceritakan bahwa mereka berdua pernah sama-sama melamar sebagai penyiar di salah satu stasiun radio Mesir. Awalnya mereka sama-sama lolos dalam tes, hanya saja Dr. Lukman tidak lolos dalam screening karena tidak mendapatkan persetujuan dari pihak keamanan. “Walaupun pada zahirnya saya yang lebih beruntung diterima bekerja dan mendapatkan gaji, tetapi hikmahnya beliaulah yang lebih beruntung, karena bisa lebih fokus pada kegiatan belajarnya, sehingga akademiknya mulus. Sementara saya yang bekerja di sana dan selanjutnya sebagai penerjemah di Darul Ifta, kuliahnya lambat begini.”

Tidak hanya itu hikmahnya, Ustadz Ikhwani menambah dengan berkelakar “Di kantor radio yang di Tahrir itu kan kawasan metropolitan. Kantor kita menyatu dengan studio televisi, kita sekantor dengan artis-artis yang tidak menutup aurat dengan baik. Macam orang solih seperti Dr. Lukman yang selalu gaddhul bashar, kan ngga cocok di sana.” Ceritanya disambut tawa hadirin.

Dari kenangan ini, Ustadz Ikhwani ingin para pelajar di sini untuk lebih mementingkan belajar daripada menghasilkan uang. Syukur-syukur kalau kerja itu masih sejalan dengan keilmuan sebagai tahap pematangan. Karena menurut beliau nikmat kelimuan itu kekal, sedangkan uang yang kita hasilkan tidak lama akan habis.

“Kalau masih ngga darurat banget, sebaiknya kita fokus belajar dan ngga sibuk bisnis. Itupun kalau bisnis secukupnya saja untuk penghidupan, bukan untuk memperkaya diri. Karena tentu kalau ingin bisnis besar-besaran lebih baik di Indonesia, di sana peluangnya lebih besar. Sebesar-besarnya bisnis di sini, kecil kalau dibanding di sana, dan nanti setelah pulang, harus memulai dari nol lagi.”

Dalam penyampaian singkat itu, Ustadz Ikhwani menyampaikan bahwa ikatan kedekatan mereka sebenarnya mulai berlangsung sejak sudah S2, mereka sering berdiskusi kitab atau masalah bersama-sama. Beliau juga berpesan,
“Dari tadi kesan terhadap beliau adalah kita menilai beliau sebagai seorang yang pendiam. Kalau kita memang punya kepribadian yang menjadi bawaan, tidak perlu memaksa untuk mengubahnya. Manfaatkan saja kepribadian itu dalam hal kebaikan. Seperti beliau ini, walaupun kita kenal pendiam, tapi karena karakter itu dimanfaatkan untuk keseriusan, diam-diam tiba-tiba bukunya yang tercetak sudah enam dan menjadi best seller semua sehingga berulang kali cetak.”

Sebagai senior di kalangan masisir, Ustadz Ikhwani mengaku sering mendengar kritik yang diarahkan kepada alumni Al-Azhar akan minimnya karya-karya dalam Bahasa Arab. Kita ketinggalan jauh dari ulama nusantara kita zaman dahulu. “Kalaupun ada yang berkarya produktif seperti Prof. Quraish Shihab dan Habiburrahman el-Shirazi itu kan berbahasa Indonesia. kini Dr. Lukman muncul untuk layak kita pasang wajah beserta karya-karyanya menghadapi kritikan itu.”


Acara dilanjutkan dengan nasehat singkat tapi padat dan amat berharga yang disampaikan oleh Dr. Lukmanul Hakim menjelang kepulangannya. Semoga intisari dari nasehat itu dapat termuat dalam artikel selanjutnya.

Rep: Muhammad Zainuddin Ruslan

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Ustadz Akhmad Ikhwani dulu sempat bareng saya di Komplek H Ponpes Krapyak Yogyakarta.
    Salam takdhim ya Ustadz.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ustadz, bagaimana sy bisa menghubungi Dr. Lukman?

      Hapus