Syeikh Abdullah Izuddin al Azhari |
Kairo - Keluarga Nusa Tenggara dan Bali (KM-NTB) Mesir kembali melanjutkan
kajian rutin setiap hari Senin sore dengan kitab "Talazum al-Syari'ah wa
al-Thariqah" karangan Syekh Zakariya al-Kandihilwi (w.1402) yang diampu
oleh Maulana Syekh Abdullah Izzuddin al-Azhari. (28/10/19)
Pada minggu ini, pembahasan sudah sampai kepada pembahasan Ahwal, yaitu istilah
yang terkenal di kalangan para ulama tasawuf untuk menyebut seorang Sufi yang
telah menjaga seluruh Riyadhah nya maka ia akan mendapatkan beberapa kemuliaan
dari Allah swt., diantaranya dia akan dibukakan pintu-pintu kegaiban yang tidak
bisa dilihat oleh manusia biasa.
Lebih lanjut dalam pembahasan ini, Imam Zakaria membagi menjadi beberapa pasal,
diantaranya:
1. Kasyfu al-Shudur wa Kasyfu al-Qubur
Maksud dari kata Kasyf disini adalah bahwasanya Allah swt. menyingkapkan
hal batin bagi hambanya yang beriman maka itu adalah sebuah karamah atau
kemuliaan baginya, sedangkan singkapan bagi orang yang tidak beriman maka itu
akan menjadi sebuah Istidraj baginya.
Selain itu, kasyf disini juga berarti sesuatu yang hissy atau
tersembunyi, ataupun sebuah firasat mukmin.
Orang yang berhak mendapatkan kasyf tersebut adalah seorang Syaikh yang
kamil, bukan diberikan kepada murid dengan berbagai alasan, diantaranya adalah
untuk menjaga kebaikan si murid, dan juga alasan lain adalah ketika hal
tersebut diberikan kepada seseorang ditakutkan akan menjadi penghalang untuk
sampai kepada Maqsud yaitu Allah swt. Banyak diantara para Masyaikh
tasawuf yang terkadang menolak untuk mendapatkan kasyf tersebut,
diantaranya adalah Syaikh Khalil Ahmad yang merupakan guru dari Syaikh Zakaria
al-Kindhilwi dan banyak lainnya.
A. Kasyf al-Qubur
Di dalam pembahasan ini banyak sekali disebutkan contoh atau dalil keabsahan
tentang kasyf qubur ini, mulai dari kisah Rasulullah saw., sahabat dan
juga para ulama.
Diantara beberapa kisahnya yang telah mashur adalah bahwasanya Rasulullah saw.
mendengar siksaan yang diterima oleh dua mayit dengan dosa kencing dan gibahnya
ketika beliau melewati kubur mereka. Ini bukanlah sebuah mukjizat yang
diberikan oleh Allah swt., berarti dengan ini menunjukkan bahwa peristiwa
semata mungkin saja terjadi pada manusia biasa lainnya, seperti kisah lain
beberapa sahabat Nabi saw. yang tidak sengaja melewati perkuburan, mereka
mendengar dari dalam tanah suara seseorang sedang melantunkan surat al-Mulk,
maka seketika itu para sahabat tersebut kaget lalu mendatangi Nabi saw. untuk
bertanya, mereka berkata: "Ya Rasulallah, aku sedang berjalan kemudian
tidak sengaja melintas di atas kubur seseorang. Kemudian aku mendengarnya
membaca surat al-Mulk sampai selesai" kemudian Rasulullah saw. menjawab:
"Surat itu adalah penghalang (dari neraka), surat itu penolong dari azab
kubur".
Kisah serupa lainnya yang dialami oleh para Akabir al-Ummah salah
satunya adalah yang diceritakan oleh Abu Qaz'ah dalam kitab
"Al-Qubur" riwayat Ibn Abi al-Dunya bahwa suatu hari, Abu Qaz'ah
dengan beberapa rekannya sedang berada dalam perjalanan kemudian mereka
tiba-tiba mendengar suara himar meringkik, kemudian ia bertanya-tanya kepada
penduduk setempat, apakah gerangan suara itu. Ternyata setelah diketahui
bahwasanya suara itu berasal dari dalam kubur seorang lelaki yang semasa
hidupnya selalu membentak ibunya, kemudian sang ibu berkata kepada anaknya:
"Semoga Allah swt. menjadikanmu himar!" Maka setelah mati, benarlah
setiap malam terdengar suara himar dari kuburnya.
B. Kasyf al-Shudur
Istilah Kasyf al-Shudur sering diterjemahkan dengan firasat seorang
muslim yang salih. Hal ini juga termaktub di dalam al-Quran surat al-Hijr ayat
75
(إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ)
"Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang yang memperhatikan tanda-tanda"
Tentunya firasat tersebut berlandaskan kepada hati yang bersih dari segala
kotoran, tulus beribadah kepada Allah swt. seakan-akan melihat-Nya, maka apa
yang ia lihat juga berdasarkan dari percikan cahaya Allah swt. yang tertanam
dalam hatinya. Sebagaimana sabda Rasululullah saw.
اتقوا
فراسة المؤمن فإنه ينظر بنور الله
"Berhati-hati lah terhadap firasat seorang mukmin, karena sesungguhnya
mereka melihat dengan cahaya Allah"
Di dalam kitab telah disebutkan beberapa kisah firasat-firasat yang dialami
oleh Sayyidina Rasulullah, para sahabat dan para pembesar umat dari kalangan
ulama.
Diantara contoh nyata adalah ketika Rasulullah saw. bisa menerka sahabat yang Shalat
di belakangnya sedangkan posisi beliau menghadap ke depan dan banyak lainnya.
Beberapa ulama setelahnya kemudian mencoba memberikan langkah-langkah untuk
mencapai firasat yang tidak keliru sebagaimana perkataan Rasul saw.,
diantaranya adalah Syekh Syah al-Kirmaniy berkata: "Barangsiapa yang
menjaga penglihatannya dari perkara haram, menahan diri dari syahwat, tetap
menjaga batinnya terasa diawasi dan perbuatannya mengikuti sunah, berusaha
memakan makanan halal, maka firasatnya tidak akan pernah salah".
2. Fashl fi al-Syathhiyat
Al-Syath merupakan keadaan dimana seorang Sufi ketika berbicara
terkesan menyalahi aturan syari'ah, karena keadaan tersebut bersandar dari
perkara gaib dan keterkaitan erat antara hamba dengan Allah swt., sehingga
mengakibatkannya tidak merasakan apa-apa kecuali kecintaan kepada-Nya, seperti
mengatakan: "Tidak ada sesuatu pun di dalam jubah kecuali Allah
swt.".
Maka dalam keadaan mabuk dalam keimanan tersebut bisa saja keluar kata-kata
yang terdengar aneh di telinga manusia biasa. Peristiwa seperti ini seringkali
kita dengar atau baca dari kisah-kisah ulama tasawuf terdahulu seperti Ibnu
Arabi, Syekh Siti Jenar, Jalaludin Rumi dan lainnya. Lantas bagaimana hukum
dari perbuatan tersebut?
Imam Zakaria menjelaskan bahwasanya dalam keadaan seperti itu, para ulama
pembesar tasawuf tersebut dihukumkan dengan beberapa perkara, diantaranya:
- Bagi orang biasa atau selain dia, tidak boleh bertaklid kepadanya
- Bagi orang yang berkata demikian tidak dihukumi kafir.
Bukan hanya para ulama saja, ternyata Nabi Muhammad saw. sendiri, ketika
ditimpa kegembiraan luar biasa suatu ketika pernah berkata: "Ya Allah
Engkaulah hambaku, dan aku lah tuhan-Mu" beliau keliru saking senangnya.
3. Fashl fi al-Sukri wa al-Ghasyyi
Kedua istilah ini jika diterjemahkan secara verbatim berarti hilang
akal (mabuk), dan hilang kesadaran (pingsan).
Dalam hal ini, keduanya menjadi penyebab kenapa al-Syath sebelumnya bisa
terjadi.
Tetapi terkadang juga al-Ghasyyi atau pingsan tersebut bisa terjadi
karena ketidakmampuan hati seseorang menahan beban yang terlalu berat seperti
yang terjadi pada Sayyidina Musa ketika bermunajat di atas gunung, begitu pula
malaikat Jibril tidak mampu menahannya ketika peristiwa mikraj Rasul saw., hal
ini bukan menurunkan tingkatan keimanan mereka melainkan makin menumbuhkan
cinta yang begitu besar kepada Allah swt.
Selain itu, hikmah dari kejadian tersebut adalah untuk memperlihatkan keagungan
Nabi Muhammad saw., betapa agungnya beliau ketika bisa bertemu dengan Allah
swt. tanpa harus takut terluka sebagaimana malaikat Jibril sebelumnya.
Dalam pasal ini juga, yang menjadi titik tekan adalah bahwasanya Syekh Ibnu
Taimiyah yang dianggap seseorang bermanhaj menyimpang, beliau sendiri berkata
dalam fatwanya terhadap seseorang yang sedang ditimpa Ghalabah al-hal
tidak akan dihukumi kafir, sebagaimana pengakuan para kaum mustasyadid
lainnya.
Di dalam kalimat terakhir Syaikh Abdullah Izzuddin dalam majelis, beliau
mengingatkan bahwasanya hari-hari ini kita akan memasuki bulan kelahiran
Sayyidina Muhammad saw. yang begitu mulia. Ada beberapa hal yang perlu
ditingkatkan intensitasnya untuk dilakukan berkenaan dengan maulid syarif ini,
diantaranya:
- Memperbanyak membaca shalawat kepada Baginda Nabi Muhammad saw. setiap waktu,
- Mengkaji ulang serta mengajarkannya kepada orang tentang sirah atau kisah
perjalan sang Rasul saw,
-Memperbanyak amal salih dalam bentuk bersedekah, memuliakan tamu, dan lainnya
yang menyangkut hubungan persaudaraan.
Sekian.
@Ulhakook
0 Komentar