Matruh, KM-NTB—“Belum ke
Mesir namanya kalau belum pernah berlibur ke Matruh dan Siwa.” Begitu bunyi salah satu ungkapan liar dari seorang teman yang berhasil
menggugah hati saya, dan mungkin beberapa orang yang lain untuk ikut berlibur
ke daerah Matruh dan Siwa bersama kekeluargaan KM-NTB. Letaknya yang tergolong
cukup jauh dari daerah pemukiman kami di Kairo, tidak menyurutkan semangat kami
untuk berangkat ke sana. Sekitar 524 kilometer jarak yang harus kami lalui
untuk mencapainya, malah seakan menjadi tantangan tersendiri bagi kami.
Cukup dengan merogoh kocek
sekitar 675 Pound, perjalanan tidak terlupakan dapat dinikmati dalam tiga
malam. Tidak terlalu berlebihan agaknya, melihat destinasi dan pelayanan yang
didapatkan juga sangat memuaskan. Nah, di antara beberapa destinasi perjalanan
yang memuaskan tersebut, akan berusaha diulas dalam tulisan ini sebaik mungkin.
Mari simak selengkapnya agar tidak penasaran.
Awal
Perjalanan
Sekitar pukul 10.00 WLK
perjalanan ini baru dimulai dari daerah Hay Sabik. Tepatnya di samping Hadiqoh
(Taman) Dauliyah, Bis yang akan mengantar perjalanan kali ini sudah menunggu di
sana. Ditemani dengan seorang Guide (Pemandu wisata) dan seorang
photographer, menambah lengkap persiapan liburan kali ini. Dengan sukacita,
seluruh peserta liburan dari berbagai kalangan berhambur menuju bis yang telah
menunggu untuk kami tumpangi. Mulai dari yang paling senior hingga junior, Humoris
sampai yang pendiam, bahkan dari kekeluargaan lain pun semuanya menyatu dalam
bis tersebut.
Setelah semua peserta masuk,
barulah pembacaan doa perjalanan dimulai. Dipimpin langsung oleh Ust. Mahfudz sebagai guide dengan
menggunakan mic yang berada di depan, seraya dilanjutkan dengan penggambaran
perjalanan wisata kali ini, yang akan diawali dengan persinggahan di pantai
Ajibah setelah empat jam ke depan. Semua peserta yang ada sangat antusias dan
bersemangat, terlihat dari ekspresi
wajah mereka yang fokus dan terdiam ketika mendengar penjelasan dari guide
berlangsung.
Hingga suasana malam itu menjadi
sungguh syahdu, perjalanan bis yang diiringi alunan musik diikuti nyanyian para
peserta menjadi satu dalam irama. Meski di awal perjalanan ini, satu sama lain
di antara kita masih ada yang belum akrab. Namun itu tidak menjadi penghalang
untuk saling menghibur dalam perjalanan. Semua seakan ikut bernyanyi, bercanda
dan tertawa mengiringi laju bis menembus dinginnya malam.
Destinasi Matruh
Setelah sempat berhenti beberapa
saat di rest area (tempat istirahat) pinggir jalan, untuk melaksanakan
sholat Subuh berjamaah, barulah sampai di Pantai Ajibah yang berada di Matruh.
Pemandangan pagi hari di pantai itu cukup menjadi awal yang membahagiakan, lantaran
di sana mata kami langsung dimanjakan dengan hamparan pasir putih yang
menyegarkan. Apalagi matahari sunrise di kala itu, menyoroti bibir
pantai hingga memperlihatkan betapa jernihnya air pantai tersebut. Bebatuan di
dasar laut yang berada tak jauh dari bibir pantai pun, dapat sangat jelas
terlihat dari atasnya. Semua kami jelajahi dengan penuh rasa penasaran, sampai
terlihat batas pantai yang dibentangkan karena kawasannya yang berdampingan
dengan tempat latihan militer.
Kemudian, perjalanan ini berlanjut
pada destinasi Syati’ Abyadh (Pantai Putih) yang tidak kalah menarik. Pesona
pantai yang eksotis membuatnya ramai dikunjungi banyak orang dan juga turis
mancanegara di hari-hari biasa, namun karena saat itu masih termasuk hari libur
penduduk lokal di bulan Oktober. Akhirnya para pekerja dan penyedia jasa
pemandian sepi, membuat kami makin leluasa meng-explore lokasi tersebut
dengan sesuka hati sambil mandi. Seluruh bagian pantai yang ada di sana hampir
habis kami telusuri, hingga datang seorang penjaga yang meminta bayaran penyewaan
kursi yang telah kami duduki, membuat kami pelan-pelan menyudahi pemandian kami
di sana.
Lalu, setelah tuntas dengan
wisata pemandian pantai, Hammam (Pemandian) Cleopatra menjadi spot kunjungan
kami selanjutnya. Lokasi yang tidak begitu jauh dengan pantai tadi, membuat
kami tetap segar dan bersemangat menyusuri tempat yang konon bersejarah
tersebut. Dengan sebuah gua yang bentuknya cukup besar dan renggang di dalamnya
menjadi pusat titik kunjungan, serta terdapat di dua sisinya seperti lorong kecil
yang tersambung dengan air laut, memungkinkan untuk menjadi tempat pemandian
seorang Ratu Cleopatra yang juga dikabarkan sebagai ikon ratu kecantikan di
Mesir kuno. Belum lagi dengan hiasan tempat yang cukup menawan di kawasan sekitar
gua tersebut, yang khususnya ketika sebelum memasuki daerah gua. Sudah tersedia
jembatan kaca yang transparan tepat berada di atas laut, yang terbentang luas
dan indah menjembatani antara gua dan daratan pantai. Dilengkapi juga dengan
aksesoris lampu-lampu yang membuat nuansa eksotis tempat pemandian ini jadi
makin hidup di kala temaram.
Terakhir, kawasan wisata Fatnas menjadi
penutup hari pertama perjalanan kami. Lokasi yang asri dengan ditumbuhi banyak
pohon kurma dan dikelilingi oleh danau yang tenang, membuatnya tidak layak
untuk dilewatkan. Apalagi khusunya bagi para pelancong, sebab sajian
pemandangan yang ditawarkan akan sangat sulit untuk dapat dijumpai di tempat
lain. Seperti wahana taman pohon kurma yang dapat dipetik secara cuma-cuma,
bahkan seluruh pengunjung yang datang diperbolehkan mencicipi kelezatan buah
kurma langsung dari pohonnya. Ditambah lagi, diujung taman pohon kurma tersebut
terdapat semacam kafe atau tempat tongkrongan yang sengaja didesain seromantis mungkin
untuk muda-mudi atau para wisatawan yang membutuhkan suasana ketenangan dan
damai ala Mesir. Nuansa damai yang berusaha dihadirkan tempat itu, terasa sangat
jelas dengan rupa tatanan pernak-pernik di lokasi yang menarik. Setiap daratan
(pulau) tempat tongkrongan, disambungkan dengan jembatan kayu klasik disertai
hiasan lampu yang bertengger di setiap pegangannya. Belum lagi dengan jasa
perahu keliling yang tersedia, membuat suasana di lokasi itu semakin syahdu
terasa. Kami sangat menikmati pemandangan saat itu, sambil menunggu sunset
(Matahari tenggelam) dibalur view (pemandangan) yang romantis di pinggir
danau, membuatnya tidak begitu berlebihan menjadi penyempurna hari pertama
liburan kami di Matruh.
Destinasi Siwa
Sehabis dari daerah Matruh,
tibalah waktu peristirahatan kami di hotel. Pemandangan hotel yang tersedia,
nampaknya cukup membuat seluruh badan ini luluh setelah habis seharian
mengelilingi beberapa daerah wisata. Sajian hotel yang menawarkan kolam renang
di tengah serta dikelilingi beberapa tempat duduk di sekitarnya, cukup menarik
perhatian kami. Nuansa asri pedesaan lagi lagi kami temukan dalam desain
penataan taman di hotel tersebut. Hingga dibagilah kami sesuai kamar
masing-masing oleh Yudhi dan Lola sebagai Ketua atau penanggung jawab panitia,
ada yang berempat dan ada juga yang bertiga.
Keesokan harinya, tersiar kabar
bahwa pada hari itu akan ada empat destinasi yang akan kami kunjungi dalam
waktu empat jam. Setiap tempatnya ditarget dapat selesai dalam waktu sejam saja.
Hingga akhirnya kami mengawali dengan berkunjung ke Jabal Dakrour, tempat
dimana benteng didirikan rakyat setempat,
guna sebagai wadah berkumpulnya setiap kabilah ketika melawan
penjajahan. Bentuk bangunanya pun cenderung unik, masih menggunakan tanah
campuran dan disokong oleh kayu sebagai penyangga bangunan dan atapnya, serta
dibaluri juga dengan sedikit dedaunan diantara kayu penyangga atap tersebut.
Sehingga ketika berada di atasnya, terasa sangat empuk bahkan hampir mirip
seperti atap yang mau ambruk. Namun tenang saja, ternyata itu adalah efek yang
dihasilkan oleh susunan bangunan tersebut. Sebab, memang ketika kami pertama
kali mencoba terasa was-was, namun setelah dicoba kembali oleh orang banyak
ternyata memang kuat. Tetapi tetap harus diwaspadai agar tidak sampai
berlebihan beban, karena ditakutkan beberapa komponen bangunan tua bersejarah
tersebut ada yang lapuk.
Perjalanan kembali berlanjut ke
Jabal Sally, tempat dimana kesan yang hampir sama dengan sebelumnya kami
temukan di tempat itu. Hingga lokasi Ma’bad (Tempat Ibadah) Fir’aun akhirnya
menjadi pemberhentian berikutnya, terlihat tempat yang cukup sepi dan beberapa
bebatuan besar dengan kokoh berdiri di atas sebuah dataran tinggi, seolah
memberi tanda di sinilah tempat beribadah salah satu Fir’aun dahulu.
Sampai kemudian, perjalanan
menuju danau garam kami tempuh. Selama perjalanan memang sudah tampak
tanda-tanda bahwa daerah yang akan kami lalui adalah kawasan garam, sebab dari
aroma sekitar sudah jelas tercium bau garam yang cukup menyengat di mana-mana,
disertai dengan hamparan luas garam putih menyelimuti setiap daratan sekitar
jalan yang kami lalui, membuat kami tidak sulit menebaknya. Di sana, setiap
peserta berusaha mengabadikan momen sebaik mungkin, melihat hamparan garam yang
luas di tengah tanah tandus yang luas seperti sebuah lukisan yang sangat indah.
Air danau yang berwarna putih jernih bercampur dengan air garam, seperti
penampakan danau salju yang putih bersih
jika dilihat dari kejauhan.
Beberapa saat kemudian, kami
melaju kembali menuju tempat terakhir sebelum pada puncak perjalanan destinasi
di Siwa. Yakni pada ‘Ain Cleopatra, yang jika diterjemahkan berarti mata air
Cleopatra. Mungkin jika dikaitkan dengan Hammam Cleopatra sebelumnya, ada
kaitan sejarahnya dengan tempat satu ini. Namun yang jelas, di tempat ini cukup
banyak yang menjadikannya wahana pemandian, meski tergolong cukup dalam dan
berbeda jika dibandingkan dengan kolam renang biasanya, dengan bentuknya yang
melingkar dilapisi batu-batu tembok pembatas. Wahana satu ini juga cukup
menarik karena selain ada tempat pemandian, terdapat juga beragam kafe dan toko
penjual souvenir di sekelilingnya. Sehingga para pengunjung yang tidak
berniat mandi, dapat termanjakan dengan beberapa ‘angkringan’ tadi.
Akhirnya tujuan wisata yang
ditunggu pun tiba. Destinasi wisata offroad padang pasir, memang selalu
menjadi andalan setiap pengunjung Matruh dan Siwa. Mencoba wisata yang satu
ini, cukup dengan biaya 350 Pound sekali pemberangkatan pulang dan pergi. Namun
agaknya impas denga balasan sensasi wahana uji adrenalin inilah yang biasanya
paling juara dalam kesan setiap pengunjung yang pernah ke sini. Perasaan
terombang-ambing dalam mobil yang melaju kencang ditambah dengan suara musik
yang cukup keras memacu adrenalin kita bekerja dua kali lebih cepat. Sehingga
membuat alunan degup jantung menjadi tidak karuan, seakan berhadapan antara
hidup dan mati di kondisi tersebut. Tanjakan tajam dan turunan yang curam juga
seringkali menambah seru perjalanan ini, para sopir pun makin kegirangan ketika
melihat ekspresi penumpangnya yang panik. Apalagi jika diketahui penumpang yang
ikut laki-laki semua, kemungkinan besar atraksi yang dilakukan juga akan makin
berbahaya dan rute yang diambil pun kian ekstrem. Teriakan demi teriakan selalu
mewarnai perjalanan ini sampai sulit membedakan mana suara teriakan dan suara
mesin mobil yang melaju kencang.
Begitulah sekelumit kisah seru
liburan di Matruh dan Siwa selama tiga hari dan dua malam, yang selama
berwisata setiap orang di dalam bis tersebut selalu menyenangkan ketika setiap
sesi perjalanannya. Dari Photographer sampai guide dan sopir pun
semuanya sangat baik, beruntung sekali rasanya perjalanan kali ini. Bahkan sampai
guide sendiri mengakui “Perjalanan kali ini termasuk perjalanan
sukses yang permah saya alami. Karena sukses tidaknya perjalanan biasanya
ditentukan oleh sopir, dan sopir kali ini tergolong sopir yang sangat baik
menurut saya” Ungkapnya ketika salam
perpisahan dalam bis tersebut. Begitu pun dengan sopirnya yang juga menyatakan kebahagiaanya
bahwa, perjalanannya kali sangat menyenangkan, karena penumpangnya adalah orang
Indonesia yang baik. (Arjuno)
0 Komentar